LINEAR.CO.ID | MAKASSAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2020.
Kelima tersangka dalam kasus suap yakni Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat (ER) selaku pemberi suap. Kemudian Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara/mantan Kasuauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Andy Sonny (AS) selaku penerima suap.
Penerima suap lainnya yakni Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM), Mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Provinsi Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Provinsi Sulsel Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW), dan Pemeriksa pada Perwakilan BPK Provinsi Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulsel Gilang Gumilar (GG).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, penetapan tersangka kepada lima orang tersebut berdasarkan fakta persidangan mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.
“KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK kemudian meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (18/8).
Awal mula kasus ini terjadi pada tahun 2020 saat BPK akan memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel. BPK Sulsel kemudian membentuk tim pemeriksa dan salah satunya Yohanes Binur Haryanto Manik. Salah satu yang menjadi obyek pemeriksaan yaitu Dinas PUTR Sulsel.
Sebelum proses pemeriksaan, Yohanes aktif menjalin komunikasi dengan Andy Sonny, Wahid Ikhsan, dan Gilang Gumilar yang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun
2019, di antaranya terkait cara memanipulasi temuan item-item pemeriksaan.
“Untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 diduga juga dikondisikan oleh AS (Andy Sonny), WIW (Wahid Ikhsan), dan GG (Gilang Gumilar) dengan meminta sejumlah uang,” kata Alex.
Adapun item temuan dari Yohanes antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di mark up dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak. Atas temuan ini, ER (Edy Rahmat) berinisitiaf agar hasil temuan itu dapat direkayasa.
Dalam proses pemeriksaan ini, Edy Rahmat aktif berkoordinasi dengan Gilang yang dianggap berpengalaman dalam pengondisian temuan item pemeriksaan termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa.
Gilang kemudian menyampaikan keinginannya Edy tersebut pada Yohanes. Yohanes kemudian bersedia memenuhi keinginan Edy dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah dana partisipasi.
Untuk memenuhi permintaan Yohanes, Edy diduga sempat meminta saran pada Wahid dan Gilang terkait sumber uang. Wahid dan Gilang menyarankan agar memintanya dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020.
Diduga besaran dana partisipasi yang dimintakan 1 % dari nilai proyek dan dari
keseluruhan dana partisipasi yang terkumpul nantinya Edy akan mendapatkan 10 %.
“Adapun uang yang diduga diterima secara bertahap oleh YBHM (Yohanes), WIW (Wahid), dan GG (Gilang) dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp2,8 miliar dan AS (Andy) turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan,” kata Alex.
“Sedangkan ER (Edy) juga mendapatkan jatah sejumlah sekitar Rp324 juta dan KPK juga masih akan melakukan pendalaman terkait dugaan aliran uang dalam pengurusan laporan keuangan Pemprov Sulsel ini,” Alex menandasi.(*)