Opini
Beranda | Jangan Menjadikan Orang Jengkel Terhadap Ajaran Agama

Jangan Menjadikan Orang Jengkel Terhadap Ajaran Agama

Ajaran Agama
Ilustrasi

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.                                                                                                                    Penerasi Jogja Sumatera

Jangan mengeraskan bacaan al-Qur’an saat orang sibuk perniagaan di pasar, jangan mencaci sesembahan orang kafir, adalah di antara dua poin besar yang akan diulas dalam artikel ini. Meski dianggap benar lantaran syiar, dakwah atau usaha melawan kekafiran namun sesungguhnya, sikap tanpa ilmu tersebut justru terlarang oleh Rasul bahkan Allah langsung.

Dakwah, Syi’ar maupun tabligh adalah usaha menyampaikan pemahaman pribadi kepada orang lain tentang agama. Namun ilmu menjadi penting agar tidak serampangan dan berbuah mudharat kepada orang lain bahkan tidak bermanfaat untuk diri sendiri. Usaha menyampaikan ilmu dengan tidak bijak dapat berakibat pada adanya rasa jengkel, salah-salah menyasar ajaran agama yang hakikatnya mencerahkan.

Otoritas sering kali disalahsikapi dengan menganggap remeh dan menyepelekan serta mengabaikan dengan menutup ruang terhadapnya dan justru mempersilakan mereka yang tidak lebih terjamin baik-buruknya. Meski rentan, namun otoritas keilmuan sejatinya memiliki pertanggungjawaban juga. Maka sikap bijak perlu dikedepankan.

Terhadap otoritas sejatinya perlu adab. Tidak hanya cara penyampaian sebagaimana dijelaskan di atas, sikap serampangan alias sembrono dan kurang terdidik (“not well educated“) terhadapnya juga dapat menghadirkan murka Allah. Semisal menanyakan sesuatu hal yang masih dalam proses. Meminta hasil ajau ujung dari suatu proses ajaran tanpa sopan santun akan menghasilkan kezindikan dan/ munafik (hipokrit) bahkan kekafiran. Hal ini disebabkan lantaran bertanya berdasar keinginan belaka tanpa keteguhan akan kebaikan padanya dengan mengamalkannya.

Tanah Wakaf Tidak Boleh Dikuasai Negara, Suara dari Blang Padang untuk Keadilan Syariat

Dikisahkan banyak suatu kaum terdahulu yang meminta fatwa namun ketika diturunkan perintah justru mereka tidak melaksanakannya, seperti jihad, sabar dan perang. Ketika diperintahkan mereka justru ketakutan sampai-sampai hampir tidak melakukannya, bahkan ada yang berbalik seperti yang disebutkan kepada kekafiran lantaran sikap mereka tersebut.

Jangan mengeraskan bacaan al-Qur’an saat orang sibuk perniagaan di pasar, jangan mencaci sesembahan orang kafir, adalah di antara dua poin besar yang akan diulas dalam artikel ini. Meski dianggap benar lantaran syiar, dakwah atau usaha melawan kekafiran namun sesungguhnya, sikap tanpa ilmu tersebut justru terlarang oleh Rasul bahkan Allah langsung.

Dakwah, Syi’ar maupun tabligh adalah usaha menyampaikan pemahaman pribadi kepada orang lain tentang agama. Namun ilmu menjadi penting agar tidak serampangan dan berbuah mudharat kepada orang lain bahkan tidak bermanfaat untuk diri sendiri. Usaha menyampaikan ilmu dengan tidak bijak dapat berakibat pada adanya rasa jengkel, salah-salah menyasar ajaran agama yang hakikatnya mencerahkan.

Otoritas sering kali disalahsikapi dengan menganggap remeh dan menyepelekan serta mengabaikan dengan menutup ruang terhadapnya dan justru mempersilakan mereka yang tidak lebih terjamin baik-buruknya. Meski rentan, namun otoritas keilmuan sejatinya memiliki pertanggungjawaban juga. Maka sikap bijak perlu dikedepankan.

Terhadap otoritas sejatinya perlu adab. Tidak hanya cara penyampaian sebagaimana dijelaskan di atas, sikap serampangan alias sembrono dan kurang terdidik (“not well educated“) terhadapnya juga dapat menghadirkan murka Allah. Semisal menanyakan sesuatu hal yang masih dalam proses. Meminta hasil ajau ujung dari suatu proses ajaran tanpa sopan santun akan menghasilkan kezindikan dan/ munafik (hipokrit) bahkan kekafiran. Hal ini disebabkan lantaran bertanya berdasar keinginan belaka tanpa keteguhan akan kebaikan padanya dengan mengamalkannya.

Studi Tour Dana Desa: Liburan Keuchik, Derita Warga

Dikisahkan banyak suatu kaum terdahulu yang meminta fatwa namun ketika diturunkan perintah justru mereka tidak melaksanakannya, seperti jihad, sabar dan perang. Ketika diperintahkan mereka justru ketakutan sampai-sampai hampir tidak melakukannya, bahkan ada yang berbalik seperti yang disebutkan kepada kekafiran lantaran sikap mereka tersebut.