LINEAR.CO.ID | SUBULUSSALAM – Warga di Kota Subulussalam Konflik agraria dengan perusahaan perkebunan PT Laot Bango dan PT SPT. Berujung, mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setempat, Ketua Komisi B, Hasbullah mengatakan ditindaklanjuti, Jumat, (31/10/25).
Adapun warga yang mengadu ke Komisi B itu, terdiri dari. Aliansi Masyarakat dan Kelompok Tani dari Tiga Kecamatan, yakni Sultan Daulat, Simpang Kiri, dan Penanggalan.
Pertemuan di ruang Komisi B, membahas berbagai persoalan konflik agraria yang melibatkan masyarakat dengan dua perusahaan besar, PT Laot Bangko dan PT. Sawit Panen Terus (SPT).
Rapat yang berlangsung di ruang Komisi B DPRK Subulussalam pada Selasa (28/10) pukul 02.00 WIB, itu dipimpin langsung oleh Ketua Komisi B, Hasbullah, dan dihadiri oleh sejumlah perwakilan kelompok tani, termasuk Kelompok Tani Usaha Mandiri Sadakata.
Ketua Komisi B, DPR setempat, Hasbullah menegaskan komitmen pihaknya untuk menindaklanjuti semua laporan masyarakat yang masuk ke Komisi B.
Ia mengatakan kepada media ini, seluruh hasil pertemuannya dengan warga Kota Subulussalam kemarin. Akan segera dibawa ke rapat internal DPRK dan diteruskan kepada Walikota Subulussalam.
“Kami berjanji akan mengawal permasalahan ini hingga tuntas,” tegas Hasbullah.
Peta Konflik Agraria di Tiga Kecamatan, diantaranya Kecamatan Penanggalan
Menjadi titik konflik yang paling intens, saat ini. Lantaran, warga menuding PT. Laot Bangko membangun parit gajah hingga akses dan memasuki lahan transmigrasi.
“Mereka menuntut pengukuran ulang BPN serta pemulihan jalan kebun mereka,” beber Hasbullah.
Kemudian, di Kecamatan Sultan Daulat,
Konflik terjadi di Desa Batu Napal akibat aktivitas alat berat perusahaan. Sejumlah warga yang berusaha mempertahankan lahan dilaporkan mengalami intimidasi.
“Disana Parit gajah dan portal pengamanan menjadi sumber ketegangan utama antara warga setempat dengan PT Laot Bangko,” sampai Hasbullah.
Sedangkan di Kecamatan Simpang Kir. Masalah utamanya, terkait ketidakjelasan pelaksanaan program plasma, dugaan pengelolaan lahan di luar konsesi resmi, serta pembatasan akses jalan warga ke kebun sawit.
Menindaklanjuti itu, Hasbullah, Ketua Komisi B berencana membentuk tim khusus resolusi konflik agraria untuk menengahi pihak perusahaan dan masyarakat, dengan harapan tercipta penyelesaian yang adil dan menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Ia mendesak, Pemerintah Kota (Pemko) Subulussalam segera mengambil langkah yang konkret agar masyarakat mendapatkan kepastian dan keadilan atas lahan mereka. (*)



 
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
             
                                 
                                 
                                 
                                