LINEAR.CO.ID | ACEH SINGKIL – Unggahan Kepala Dusun (Kadus) 1 Desa Sebatang, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Kayarudin, di Sosial Media (Sosmed) terkesan mengundang kegaduhan. Direktu Central Hukum dan Keadilan (CHK) Aceh Singkil, Razaliardi Manik, mengatakan dapat terjerat pidana, Sabtu, (25/10/25).
Unggahan Kepala Dusun di akun Facebook nya, terkesan menghina tokoh agama dan wartawan. Pasalnya, ia menuliskan dengan kata “Laporan kepada ustad idiot & warta penipu (sekali penipu kau tetap penipu). Saya sampaikan setiap kali saya piket ..kalau ada keperluan datang jangan main belakang?”
Karena itu, Direktu Central Hukum dan Keadilan (CHK) Aceh Singkil, Razaliardi Manik, menyebutkan, meski Kayarudin tidak menyebutkan siapa nama ustad dan warta yang dimaksud dalam unggahannya, yang bersangkutan dapat dijerat pidana.
“Benar, Kayarudin tidak menyebutkan nama individu sesorang, tetapi dia menyebut kata frasa “Ustad dan Warta” dalam unggahannya. Itu bermakna ada seseorang yang menjadi subjek dan predikat tertentu, pastinya hanya dia yang tau,” ujar, Razaliardi kepada awak media via keterangan persnya.
Razaliardi menambahkan, meski Kayarudin dapat dijerat pasal pidana dalam Undang-Undang ITE, namun ada syaratnya, yaitu ada pihak yang merasa dirugikan.
Artinya, lanjutnya. Jika ada pihak tertentu seperti, komonitas ulama atau pemuka agama dan komonitas warta (Wartawan) yang merasa dirugikan akibat postingan itu, dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian.
“Jika ada sesorang yang merasa mempunyai predikat ustad atau wartawan, dan kemudian merasa dirugikan atau merasa dicemarkan nama baiknnya atau nama komunitasnya atas unggahan tersebut, mereka memenuhi syarat sebagai pihak pelapor,” terangnya.
Secara hukum, masih kata Razaliardi, ujaran seperti “ustad idiot” dapat dijerat pasal berlapis, antara lain; Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang penghinaan dan fitnah.
Jika terbukti, pelaku dapat dipidana hingga 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp750 juta.Selain itu, karena dilakukan terhadap tokoh agama, perbuatan ini berpotensi dikategorikan sebagai penodaan terhadap profesi keagamaan yang menimbulkan dampak sosial lebih luas.
Masyarakat Aceh dikenal menjunjung tinggi nilai agama dan sopan santun dalam komunikasi publik. Karena itu, ujaran seperti “ustad idiot” tidak sepatutnya di utarakan karena dapat menabrak norma sosial, moral, dan etika keislaman, serta mencenderai etika sosial dan nilai syariat. (*)


