LINEAR.CO.ID | LHOKSEUMAWE – Presiden Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh, Faizar Rianda, memberikan apresiasi tinggi kepada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) atas kinerjanya yang dinilai sukses mengawal industri hulu migas di Aceh. Ia juga menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Aceh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang telah menunjukkan sinergi dan komitmen kuat sehingga mampu mencetak capaian membanggakan berupa produksi harian migas di Aceh yang kini menembus angka 18.407 BOEPD (barrel oil equivalent per day).
“Capaian ini adalah hasil dari kerja keras dan kolaborasi berbagai pihak. BPMA sebagai otoritas pengelola patut diapresiasi atas kepemimpinannya, begitu juga dengan dukungan Pemerintah Aceh, Kementerian ESDM, dan kinerja nyata para KKKS di lapangan. Namun, kerja kita belum selesai,” ujar Faizar, Minggu (18/05/2024).
Sebagaimana diketahui, Provinsi Aceh mencatatkan capaian luar biasa dalam sektor energi pada kuartal pertama tahun 2025. Produksi harian migas berhasil mencapai 18.407 BOEPD setara dengan hampir 2,93 juta liter energi setiap hari.Capaian ini tidak hanya melampaui target tahunan sebesar 15.652 BOEPD, tetapi juga merepresentasikan realisasi sebesar 118 persen dari rencana kerja awal.
Selain itu, angka lifting migas yakni volume migas yang berhasil diangkat dan dijual juga menunjukkan peningkatan signifikan dengan total 11.360 BOEPD, kembali melampaui target sebesar 9.625 BOEPD atau setara 118 persen dari rencana. Rinciannya: produksi minyak mentah sebesar 2.177 barel per hari (131 persen dari target), produksi gas bumi sebesar 90,89 juta kaki kubik per hari (116 persen), lifting minyak sebesar 2.022 barel per hari (121 persen), dan penyaluran gas mencapai 52,29 juta kaki kubik per hari (117 persen).
aizar juga menekankan bahwa capaian produksi dan lifting yang tinggi harus diterjemahkan menjadi pemerataan manfaat bagi masyarakat Aceh. Sebagai daerah penghasil migas, Aceh akan menerima Dana Bagi Hasil (DBH) dalam jumlah yang signifikan. Oleh karena itu, menurutnya, pengelolaan DBH harus dilakukan secara transparan, tepat sasaran, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Ia menyoroti pentingnya dampak langsung DBH terhadap pembangunan infrastruktur, pendidikan, layanan kesehatan, serta penguatan ekonomi lokal.
Lebih lanjut, Faizar menegaskan bahwa BPMA tidak boleh terlena dengan capaian produksi migas saat ini. Fokus utama ke depan adalah memperkuat eksplorasi demi keberlanjutan industri migas Aceh. Penambahan Wilayah Kerja (WK) baru dinilai sangat krusial untuk menarik investasi dan meningkatkan potensi cadangan migas. Namun, hingga pertengahan 2025, belum ada WK baru yang bertambah menandakan masih minimnya minat investor dalam kegiatan eksplorasi.
Saat ini terdapat delapan WK migas yang aktif atau berada dalam tahap eksplorasi di Aceh. Tiga WK yakni WK A, WK B, dan WK Pasee menjadi tulang punggung produksi migas aktif. WK Lhokseumawe telah mendapatkan Persetujuan Rencana Pengembangan (POD) sejak 2019, namun hingga kini belum masuk tahap produksi. Sementara tiga WK lainnya OSWA, ONWA, dan Bireuen–Sigli masih dalam tahap eksplorasi, dan WK Rantau sedang menjalani proses peralihan operator.
Faizar menyatakan bahwa Aceh masih memiliki banyak potensi migas yang belum tergali. Oleh karena itu, ia berharap BPMA bersama Pemerintah Aceh terus berupaya membuka WK baru dan mencari investor guna mendorong eksplorasi. Penyederhanaan proses perizinan dan administrasi menjadi penting agar investasi dapat berjalan lebih cepat dan efisien. Dengan langkah ini, sektor migas Aceh diharapkan dapat kembali tumbuh, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat keberlanjutan energi daerah.
Faizar menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa migas bukan sekadar energi, melainkan simbol harapan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. “Produksi tinggi patut diapresiasi, namun tolok ukur utama adalah kontribusinya dalam mengatasi ketimpangan dan membangun kehidupan yang lebih baik,” pungkasnya.