LINEAR.CO.ID | BANDA ACEH – Departemen Sosial Politik Mahasiswa (Sospolma) BEM FISIP Universitas Syiah Kuala menolak tegas pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Menurut Sospolma, langkah itu adalah pengkhianatan terhadap sejarah dan bentuk pengabaian terhadap penderitaan korban pelanggaran HAM di masa Orde Baru.
“Soeharto bukan simbol kepahlawanan, melainkan simbol penindasan. Di bawah kekuasaannya, rakyat dibungkam, hukum diperalat, dan kemanusiaan diinjak-injak,” tegas Ammar Malik Nabil, Kepala Departemen Sosial Politik Mahasiswa BEM FISIP USK.
Sospolma menyoroti tragedi kemanusiaan di Aceh pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) antara akhir 1980-an hingga 1998, di mana ribuan warga sipil menjadi korban kekerasan aparat. Laporan Komnas HAM mencatat ribuan kasus penyiksaan, penghilangan paksa, dan pembunuhan di bawah kebijakan represif rezim Soeharto.
“Luka Aceh masih terbuka. Memberi Soeharto gelar pahlawan berarti menampar para korban yang belum pernah mendapat keadilan,” lanjut Ammar.
Sospolma menegaskan, gelar pahlawan nasional adalah kehormatan moral tertinggi, bukan hadiah politik bagi penguasa masa lalu. Pemerintah, khususnya Kementerian Sosial dan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, diminta membatalkan wacana ini dan fokus pada pemulihan korban serta penegakan kebenaran sejarah.
“Kami menolak lupa. Ingatan bangsa tidak boleh dibeli oleh kekuasaan,” tutup Ammar Malik Nabil.


