LINEAR.CO.ID | SUBULUSSALAM – Ridwan Husein atau yang akrab disapa Cek Wan oleh warga Subulussalam ini menyampaikan Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) harus di hormati dan menegaskan tidak ada unsur sara.
Ridwan Husain, merupakan salah satu koordinator demonstrasi yang bernama penyelamatan UUPA di Kantor Panwaslih dan KIP Kota Subulussalam kemarin.
Ia mengatakan agar seluruh pihak untuk menghormati Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) sebagai dasar pemerintah dan instansi terkait untuk mengambil keputusan di Aceh, termasuk di Kota Subulussalam yang juga bahagian daripada Provinsi Aceh.
“Kami berharap kepada seluruh lapisan masyarakat juga para elit politik untuk tidak menarik urusan ini ke ranah SARA. Kami tidak pernah menggangu urusan suku, bahasa, bahkan agama. Ini murni untuk memperjelas keberadaan regulasi atau hukum yang ada di UUPA dan berlaku di Aceh ini,” ujar Ridwan Husain (Cek Wan), Sabtu, (21/09/24).
Ia pun menuding bahwa pihak yang menyangkut pautkan UUPA adalah urusan SARA, justru dialah yang ingin memprovokasi sehingga tidak terciptanya Pilkada damai di Kota Subulussalam.
“UUPA ini tidak ada sangkut pautnya ke SARA, yang menyangkut ini lah yang sebenarnya memprovokasi kita semua agar ada pertentangan di masyarakat masalah issu SARA. Kami memastikan dari pihak kami yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat fokus menuntut agar UUPA yang sudah diturunkan ke Qanun Aceh dapat diterapkan. Bila tidak diterapkan mengapa di muat dalam UUPA dan Qanun,” katanya.
Menurut Cek Wan, menghargai kekhususan Aceh itu sangat lah penting, bukankah selama ini kita hidup di Aceh di naungi dengan hukum yang bersifat khusus.
Kekhususan tersebut di jelaskan Cek Wan seperti kekhususan di bidang syariat Islam, bidang gampong dan lainnya. Yang luar biasanya lagi adanya ke khususkan Aceh maka adanya dana Otsus yang sudah ratusan milyar bahkan triliunan masuk ke Kota Subulussalam.
“Kenapa itu tidak dipermasalahkan. Dan kami tambahkan itu lembaga KIP dan Panwaslih terbentuk juga karena ada UUPA apakah kedua lembaga ini ada diluar Aceh. Kenapa itu tidak dipertentangkan,” tandasnya.
Tidak hanya di Aceh saja, ditambahkan Cek Wan, bahkan di luar Aceh juga banyak kekhususan misalnya di Papua, Jogja dan DKI Jakarta.
“Daerah itu juga berbeda dalam hal undang-undang dan aturan dalam memilih pemimpin maupun pengelolaan daerah mereka masing-masing. Mereka berbeda juga dengan Aceh. Kenapa tidak ada yang meributkan. Sekali lagi kami meminta kepada para elit politik di Kota Subulussalam untuk tidak membawa permasalahan ini ke unsur SARA,” tegasnya.
“Kami sangat kecewa dan mengecam keras bagi elit yang mengatakan ini untuk menjegal suku tertentu ataupun tuntutan kami ini karena takut kepada paslon tertentu. Sekali lagi kami sampaikan bahwa gerakan kami ini tidak ada unsur SARA. Kami hanya berjuang mempertahankan apa yang sudah tertulis didalam UUPA,” tutupnya. (*)