LINEAR.CO.ID | BANDA ACEH – Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Wilayah Aceh menyoroti S Surat Edaran (SE) Gubernur Aceh terkait penguatan implementasi syariat Islam bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan masyarakat di wilayah Aceh.
LMND Aceh menilai bahwa regulasi di Aceh sudah semakin meluas dan kompleks, terutama setelah dikeluarkannya Surat Edaran oleh Penjabat Gubernur Aceh, Ahmad Marzuki. Dalam surat tersebut, diatur bahwa kafe dan warung kopi di Aceh harus ditutup sebelum jam 12 malam, dengan alasan untuk menghindari potensi terjadinya perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama.
“Beberapa poin dalam surat edaran memiliki niat baik. Akan tetapi, ketentuan mengenai penutupan kafe dan warung kopi sebelum jam 12 malam, nampaknya memiliki kesalahpahaman terhadap identitas Aceh. Apabila kita berbicara tentang perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, seharusnya fokus direfleksikan pada perbaikan internal dalam tubuh pemerintahan sendiri, bukan di kafe dan warung tempat masyarakat mendapatkan mata pencaharian. Pemikiran bahwa kafe dan warung di Aceh menjadi tempat perbuatan tercela setelah jam 12 malam merupakan pemahaman yang keliru,” ungkap Ahmad Baiza pada Minggu (13/8/2023).
Baca Juga: Polsek Banda Sakti Ringkus Pengedar Sabu
Dia melanjutkan, perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama terjadi karena faktor niat dan kesempatan dari pelaku, bukan semata-mata karena jam operasional kafe yang melebihi tengah malam. Bagaimana jika tamu datang ke Aceh dan merasa lapar di tengah malam? Apakah mereka harus pergi ke Medan hanya untuk membeli secangkir kopi dan sebungkus nasi? Pendekatan semacam ini jelas merupakah langkah pemikiran yang tidak progresif.
Tentang penerapan aspek syariat di Aceh, situasinya sebenarnya sudah berada pada tingkat yang memadai. Namun, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan dengan cermat. Sejumlah kasus di Aceh tidak semata-mata ditandai oleh aktivitas kafe atau warung sebagai indikatornya.
Sebaiknya pemerintah lebih berfokus pada masalah yang belum terpecahkan di Aceh, seperti permasalahan sumber daya manusia. Saat ini, masyarakat belum sepenuhnya mampu menginternalisasi makna dari aturan-aturan yang berlaku di Aceh. Pemerintah juga harus memprioritaskan solusi untuk mengatasi kemiskinan, yang telah lama menjadi masalah serius di pulau Sumatra. Bidang pendidikan, kesehatan, pemberantasan korupsi yang merajalela, perekonomian melalui diversifikasi, dan perlindungan lingkungan harus menjadi fokus yang lebih relevan.
Baca Juga: LMND Pertanyakan Upaya Pemerintah Aceh Selesaikan Persoalan Kemiskinan
“Kekurangan ide, gagasan, dan pemikiran dalam mengatasi perkembangan Aceh menjadi jelas dari tindakan pemerintah saat ini. Bahkan, instruksi baru-baru ini mengenai penggunaan Bahasa Aceh sebagai bahasa resmi oleh warga Aceh menunjukkan kegagalan dalam merumuskan langkah-langkah progresif. Saat ini, masyarakat telah memahami masalah dan harapan yang seharusnya diemban oleh pemerintah Aceh. Struktur Aceh telah tersedia, yang dibutuhkan hanyalah pengaktifannya,” pungkas Baiza.