LINEAR.CO.ID | SUBULUSSALAM – Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Subulussalam hari ini menggelar Rapat Kerja lanjutan dengan Dinas Perkebunan setempat, guna untuk membahas berbagai isu strategis yang berkaitan keberlangsungan industri perkebunan di Kota itu. Jumat, (31/1).
Rapat itu, merupakan ajang evaluasi terhadap realisasi kebun plasma di seluruh perusahaan perkebunan, pemenuhan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR), serta bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dalam memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi yang berlaku.
Berlangsungnya rapat tersebut, Komisi B menyoroti pentingnya realisasi kebun plasma sebagai bentuk kemitraan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat setempat.
Ketua Komisi B DPRK Subulussalam, Hasbullah menegaskan bahwa setiap perusahaan perkebunan yang beroperasi wajib merealisasikan kebun plasma minimal 20% dari total luas Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Kebun plasma bukan sekadar janji, melainkan kewajiban yang harus dijalankan oleh perusahaan perkebunan. Kami menerima banyak laporan dari masyarakat bahwa ada perusahaan yang belum sepenuhnya memenuhi kewajiban ini. Oleh karena itu, kami meminta Dinas Perkebunan untuk lebih tegas dalam mengawasi dan menindak perusahaan yang tidak patuh,” ujar Hasbullah
Komisi B juga menyoroti berbagai kendala yang dihadapi dalam realisasi kebun plasma, seperti belum adanya kejelasan mengenai lokasi lahan plasma, minimnya transparansi dari perusahaan, serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban mereka dalam skema kemitraan perkebunan.
“Kami ingin memastikan bahwa kebun plasma benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat sekitar. Jangan sampai perusahaan hanya memenuhi kewajiban di atas kertas tanpa ada implementasi yang nyata di lapangan,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Kabid dari Dinas Perkebunan Andre menyampaikan bahwa sejumlah perusahaan perkebunan yang berusaha di Kota Subulussalam dari 18 perkebunan hanya PT Laot Bangko yang mempunyai niat untuk merealisasikan program tersebut, itupun masih on progres.
Dikatakan nya, ada sekitar 6700 hektare lebih yang telah sepakati oleh perusahaan PT Laot Bangko untuk kebun plasma dan baru 3700 hektare lebih yang sudah memiliki SHM terhadap koperasi oleh masyarakat desa yang mendapatkan kebun plasma tersebut di peruntukan 3 desa dari 8 desa yang sudah terealisasi yang dimana sebanyak 507 ShM dan baru 372 sertifikat yang sudah terbit dengan MoU antara koperasi masyarakat dan Bank.
Ditambahkannya, 3000 hektare lainnya sudah dikembalikan kepada negara akibat tidak mampu mengelola dan sekarang sudah di patok tanah nya oleh oknum masyarakat. Sehingga sampai sekarang hasil perkebunan tersebut tidak tahu hasilnya kemana.
Selain membahas kebun plasma, rapat ini juga menyoroti kewajiban perusahaan dalam menjalankan program CSR. Komisi B menekankan bahwa CSR seharusnya menjadi instrumen yang berkontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat, bukan hanya sekadar formalitas yang dilakukan secara sporadis tanpa perencanaan yang jelas.
“Kami ingin perusahaan-perusahaan perkebunan lebih serius dalam menjalankan program CSR. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial mereka terhadap daerah tempat mereka beroperasi. CSR harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik melalui pendidikan, kesehatan, infrastruktur, maupun pemberdayaan ekonomi,” jelas Alimsyah
Dinas Perkebunan diminta untuk melakukan pendataan dan evaluasi terhadap program CSR yang telah dijalankan oleh masing-masing perusahaan.
Dengan adanya sistem pengawasan yang lebih baik, diharapkan program CSR dapat lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Kota Subulussalam.
Dalam pertemuan tersebut, Komisi B juga menyoroti peran Dinas Perkebunan dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan perkebunan.
Mereka menekankan bahwa tanpa pengawasan yang ketat, akan sulit memastikan bahwa perusahaan benar-benar mematuhi kewajibannya dalam membangun kebun plasma dan menjalankan CSR.
“Kami berharap Dinas Perkebunan bisa lebih aktif dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan. Jangan sampai ada perusahaan yang dengan sengaja mengabaikan aturan tanpa ada tindakan tegas,” cetus Adie Putra salah satu anggota Komisi B.
Sebagai langkah konkret, Komisi B merekomendasikan agar Dinas Perkebunan membuat laporan berkala terkait kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
Laporan tersebut diharapkan bisa menjadi dasar bagi DPRK untuk mengambil langkah selanjutnya, baik berupa rekomendasi kebijakan maupun tindakan lain yang diperlukan.
Komisi B DPRK Subulussalam berkomitmen untuk terus mengawal isu-isu strategis di sektor perkebunan guna memastikan bahwa kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.
Mereka juga mengajak masyarakat untuk lebih proaktif dalam melaporkan berbagai permasalahan terkait kebun plasma dan CSR agar dapat segera ditindaklanjuti.
“Kami akan terus mengawasi dan memastikan bahwa setiap perusahaan perkebunan menjalankan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas, dan kami tidak akan tinggal diam jika ada perusahaan yang melanggar aturan,” tandas H. Abdul Hamid.
Dengan adanya rapat kerja ini, diharapkan sinergi antara DPRK, Dinas Perkebunan, dan perusahaan perkebunan dapat semakin meningkat, sehingga sektor perkebunan di Kota Subulussalam dapat berkembang memberikan PAD terhadap pemerintah Kota Subulussalam secara berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat. (*)