LINEAR.CO.ID | ACEH BARAT DAYA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat Daya (Abdya) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Zulkarnain, melontarkan kritik tajam terhadap kinerja eksekutif dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) tahun 2024.
Hal itu disampaikan oleh Zulkarnain dalam Rapat Paripurna Penyampaian Rekomendasi DPRK terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahun 2024 dan penutupan pembahasan LKPJ pemerintah kabupaten Abdya yang berlangsung di Aula kantor DPRK setempat, Kamis (16-05-2025).
Zulkarnain menyebut ada dua “Dosa Besar” yang dilakukan oleh dua Penjabat (Pj) Bupati sebelumnya. Bahkan, menurutnya, LKPJ yang disampaikan pada hari ini hanya bersifat seremonial dan jauh dari kenyataan yang dirasakan masyarakat.
“Rakyat tidak butuh dokumen tebal, rakyat butuh kenyataan. Jangan main-main dengan kinerja,” tegas Zulkarnain saat menyampaikan pandangan umumnya.
Zulkarnain juga prihatin terhadap pengelolaan anggaran pada kegiatan di tahun 2024. Dimana, pada anggaran tahun 2024 didapati adanya kegiatan buka tutup.
“Saya merasa prihatin terhadap pengelolaan anggaran pada tahun 2024. Kami mendapati praktik buka-tutup kegiatan yang mengarah pada pengkhianatan terhadap keabsahan APBK murni,” sebutnya.
Zulkarnain menyebutkan, akibat paket buka tutup tersebut menyebabkan gagal bayar hingga mencapai lebih dari Rp7 miliar.
Dia menyayangkan sikap pejabat dan SKPK yang tetap memproses kegiatan baru, sementara proyek sah yang tertuang dalam APBK murni 2024 belum diselesaikan pembayarannya.
Dirinya menilai hal ini sebagai bentuk ketidakadilan terhadap pihak ketiga (kontraktor) yang telah menyelesaikan pekerjaan sesuai prosedur.
“Padahal perjaan itu sudah selesai dan sudah siap dilakukan Provisional Hand Over (PHO) serta juga sudah diajukan Surat Pembayaran Membayar (SPM), namun pembayaran pengerjaan tidak dilaksanakan sehingga kami menilai ini bentuk kejahatan anggaran,” katanya.
Lebih lanjut, Zulkarnain juga menyoroti kinerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Menurutnya, Bappeda sebagai badan perencana justru tidak menunjukkan arah pembangunan yang jelas.
Bahkan, ia menilai lembaga perencana pembangunan ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan cenderung hanya menjadi pelaksana seremonial Musrenbang baik ditingkat kecamatan, desa maupun kabupaten yang tidak menghasilkan kebijakan substansial.
“Fungsi Bappeda sangat tidak sesuai selama ini, karena tidak pernah tergambar arah pembangunan yang jelas dengan master plan yang berkesesuaian dengan dokumen RKPD,” sebutnya.
Pada hakikatnya, kata Zulkarnain, Bappeda diharapkan sebagai badan yang mampu membawa arah kebijakan pembangunan, namun malah menjadi sebuah badan yang lebih cendrung menampakkan ego sektoral dan ego politik.
“Maka dari itu, kami meminta kepada Bupati agar Bappeda diisi oleh orang-orang yang berkompeten dan punya etos kerja yang mempuni, bukan hanya teori dan tunduk pada kekuasaan, namun mereka tidak punya visi melainkan menonjolkan ego sektoral,” ujarnya.
Selain itu, Zulkarnain juga menyoroti kondisi kantor Bupati dan DPRK Abdya yang disebut sebagai kantor dewan paling semrawut di Aceh.
“Kantor Bupati dan kantor DPRK Abdya sangat memprihatinkan, bahkan terburuk se-Aceh. Kami minta agar renovasi masuk dalam anggaran tahun 2025 dan 2026. Bahkan, selama 15 tahun saya di DPRK, ruang komisi dan fraksi masih seperti awal. Kami juga ingin merasakan kantor yang nyaman,” harap Zulkarnain.
Zulkarnain berharap agar Bupati yang baru tidak membawa dendam politik dan fokus memperbaiki sistem birokrasi pemerintahan. “Masa transisi ini sangat berbahaya, kita butuh pemimpin yang bekerja nyata dan bebas dari intervensi. Pilih orang yang sejalan demi Abdya yang lebih baik,” katanya.(*)