Daerah
Beranda | DEM Aceh Kawal Pengesahan Revisi UUPA: Saatnya Bangsa Aceh Berdaulat atas Energinya Sendiri

DEM Aceh Kawal Pengesahan Revisi UUPA: Saatnya Bangsa Aceh Berdaulat atas Energinya Sendiri

Nafis Mumtaz, Ketua Divisi Pengembangan SDM DEM Aceh

LINEAR.CO.ID | Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Aceh dalam mendorong revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Revisi ini dianggap sebagai kebutuhan mendesak untuk memperkuat otonomi khusus yang telah disepakati dalam perjanjian MoU Helsinki, terutama dalam pengelolaan sektor energi yang menjadi tulang punggung pembangunan daerah Aceh.

Saat ini, revisi UUPA telah disahkan oleh DPRA dan secara resmi diserahkan ke DPR RI. Draft revisi ini juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan menjadi prioritas pembahasan, sehingga peluang untuk segera dibahas dan disahkan semakin terbuka.

Salah satu poin paling krusial dalam revisi UUPA terdapat pada Pasal 160 tentang pengelolaan minyak dan gas bumi. Ketentuan Pasal 160 ini menjadi dasar hukum bagi diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA). Sebelum revisi, Pasal 160 menegaskan bahwa pengelolaan migas dilakukan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh, dengan kontrak kerja sama kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukan atas persetujuan bersama dan pengawasan dari DPRA. Namun, ketentuan tersebut masih menimbulkan keterbatasan yang dianggap kurang berpihak pada kedaulatan dan kepentingan Aceh.

Pasca revisi, Pasal 160 diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih luas bagi Aceh dalam mengelola migas, termasuk memperbesar porsi kendali dan manfaat untuk daerah. Revisi ini juga menegaskan pentingnya prinsip partisipasi, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan energi, agar hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, bukan hanya menjadi keuntungan bagi pusat atau pihak luar.

Nafis Mumtaz, Ketua Divisi Pengembangan SDM DEM Aceh, menegaskan bahwa revisi saja tidak cukup tanpa adanya mekanisme transparansi, partisipasi publik, dan pengawasan ketat. Tanpa itu, revisi hanya menjadi teks hukum tanpa membawa dampak nyata bagi masyarakat Aceh. Tantangan utama bukan hanya memperluas aturan, tetapi memastikan revisi UUPA disahkan dan diimplementasikan secara sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat.

Kontroversi Tampal Batas Subulussalam – Asel, DPR-RI Turun Tangan

Dan juga Kritik-kritik yang sering muncul dalam proses revisi ini tidak bisa diabaikan. Salah satu isu utama adalah batasan pengelolaan wilayah laut Aceh yang selama ini hanya diatur sampai 12 mil laut. Banyak pihak menuntut agar pengelolaan BPMA tidak hanya terbatas pada wilayah tersebut, melainkan diperluas bahkan sampai melampaui batas 12 mil laut, mengingat potensi sumber daya alam Aceh yang luas dan strategis. Ini menjadi prioritas utama yang harus tetap diperjuangkan agar Aceh benar-benar berdaulat atas wilayah energi yang berada di sekitarnya.

Selain itu, keputusan-keputusan strategis yang selama ini dipegang oleh pemerintah pusat, seperti pengangkatan Kepala BPMA, penetapan Wilayah Kerja (WK) migas, hingga penentuan harga gas dan minyak, juga harus jadi point penting untuk diusulkan dan diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Aceh. Meskipun usulan ini kerap dianggap sulit untuk direalisasikan dalam konteks politik dan hukum nasional saat ini, tidak berarti hal itu harus dilepaskan dari upaya perjuangan. Kritikan tersebut justru menjadi bahan evaluasi penting untuk memperkuat posisi Aceh dalam pengelolaan energi demi kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

DEM Aceh terus mendorong para legislator Aceh DPR RI, DPD RI dan unsur pemerintahan terkait agar konsisten memperjuangkan revisi UUPA hingga tuntas disahkan. Sinergi antara wakil Aceh di pusat dengan DPRA serta Pemerintah Aceh menjadi kunci agar revisi ini tidak berhenti di meja pembahasan, tetapi benar-benar menjadi payung hukum yang berpihak pada rakyat Aceh.

Selain itu, DEM Aceh berkomitmen mengawal proses revisi UUPA secara transparan, mendorong keterlibatan aktif masyarakat dan elemen kampus agar revisi ini tidak sekadar menjadi janji politik, melainkan membawa manfaat nyata bagi rakyat Aceh. MoU Helsinki bukan hanya dokumen damai, melainkan janji politik yang harus diwujudkan dalam kebijakan nyata. “Jangan biarkan janji itu berubah menjadi sekadar ilusi.”

MoU Helsinki Tak Terwujud, Referendum Jadi Jalan Menuju Kesejahteraan Aceh?
×
×