BeritaDaerah

MaTA Sorot Sejumlah Proyek Mangkrak Bersumber APBN

313
×

MaTA Sorot Sejumlah Proyek Mangkrak Bersumber APBN

Sebarkan artikel ini
Koordinator MaTA Alfian, foto: linear/Fata

LINEAR.CO.ID | ACEH UTARA – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), mempertanyakan sejumlah pembangunan mangkrak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Hal tersebut disampaikan Koordinator MaTA, Alfian kepada linear.co.id  pada Kamis, (9/2/2023). Berdasarkan penelusuran pihaknya, pembangunan yang anggaran bersumber APBN Tahun 2021 dan 2022 banyak yang bermasalah dan mangkrak.

Pembangunan tersebut tidak selesai di bangun mengakibatkan menjadi kerugian besar bagi rakyat Aceh, yang seharusnya tahun 2022 bangunan tersebut sudah bisa dimamfaatkan oleh penerima, akan tetapi fakta di lapangan malah pembangunan rata-rata mangkrak dan belum siap.

Baca Juga: RSUTP Abdya Serap Anggaran Besar Tapi Buruk Pelayanan

“Kami menduga ada masalah serius di perencanaan dan sistem tata kelola barang dan jasa, sehingga berimplikasi pada pelaksanaan di lapangan. Kami sudah melakukan penelusuran ke lapangan dan melakukan tracking melalui sistem elektronik dalam pengadaan barang dan jasa terhadap paket paket pekerjaan tersebut,” ujar Alfian.

Dikatakan Alfian beberapa proyek yang mangrak seperti Rehabilitasi Bendungan Daerah Irigasi Krueng Pase Kabupaten Aceh Utara, dengan Pagu anggaran dan Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) Rp. 56 milyar yang bersumber dari APBN tahun 2021. Sedangkan nilai kontrak Rp. 44,8 milyar sehingga selisih 20% dari HPS atau 11,2 milyar proyek tersebut dimenangkan oleh PT. Rudy Jaya dari Jawa Timur.

“Fakta di lapangan, progres pekerjaan baru dikerjakan 35%, yang seharusnya selesai di Desember 2022. Akan tetapi malah mangkrak dan tidak ada kemajuan terhadap rehabilitasi pembangunan irigasi tersebut. Sehingga petani mengalami gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan saat itu. Tujuan awalnya pembangunan rehabilitasi irigasi untuk memperlancar air bagi petani sawah sehingga para petani yang mengantungkan harapan hidupnya pada padi menjadi sejahtera bukan malah sebaliknya,” paparnya.

Baca Juga :  Polisi Berhasil Ungkap Tabir di Balik Pembunuhan Berencana di Aceh Tenggara

Baca Juga: Satu Warga Nagan Raya Dikabarkan Tertimbun Longsor

Parahnya lagi, lanjut Alfian para pihak seperti, Kementerian PUPR RI dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2K), yang berkantor di Aceh tidak melakukan langkah apa pun dalam mempercepat pembagunan irigasi tersebut, mareka tidak bertangung jawab.

Dampak buruk sembilan Kecamatan, petani sawah (11.000 Ha) mengantunkan harapan terhadap percepatan rehabiltasi bendungan tersebut, seperti Kecamatan Syamtalira Bayu, Samudera, Meurah Mulia, Tanah Luas, Nibong, Tanah Pasir, Syamtalira Aron, Matang Kuli dan Kecamatan Blang Mangat di Kota Lhokseumawe.

Sementara itu, beberapa proyek lainnya yang mangkrak seperti Pembangunan Rumah Susun Ponpes Darul Ihsan Tgk H. Hasan Kreung Kale dengan pagu Rp3.526.524.000,00 selisih HPS 16% atau Rp.556.107.000,00 yang anggarannya bersumber dari APBN dan pekerjaanya dimenangkan oleh CV. Asolon Utama beralamat di Banda Aceh. Namun fakta pengerjaanya baru dikerjakan 31,82% fisik dan 37,08 % keuangan yang telah di cairkan kepada pihak rekanan.

Baca Juga: PJ Wali Kota Lhokseumawe Tegaskan CSR untuk Masyarakat

Baca Juga :  Polisi Berhasil Ungkap Tabir di Balik Pembunuhan Berencana di Aceh Tenggara

Selanjutnya proyek Pembangunan Rumah Susun Pondok Pesantren  Darul Munawwarah. Pagu Rp.3.412.024.000,00 dan HPS Rp3.412.019.000,00 sedangkan nilai kontrak Rp2.729.615.200,00. Selisih antara HPS dan nilai kontrak 20%

“Proyek ini dimenangkan oleh CV. Tsaraya yang beralamat di Aceh Timur dan fakta di lapangan progress pekerjaan baru dikerjakan 31,82% fisik dan keuangan yang telah di terima oleh pihak rekanan 38,58%. Pembagunan tersebut berlamat di Kabupaten Pidie Jaya dan saat ini pembangunannya mangkrak,” ungkapnya.

Begitu juga dengan proyek Pembangunan Rumah Susun Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ummul Ayman dengan pagu Rp 4.828.440.000,00 dan HPS Rp 4.823.835.000,00 sedngkan nilai kontraknya Rp 3.862.752.000,00 selisih antara HP dengan nilai kontrak adalah 20% atau Rp 965.688,000 anggaran bersumber dari APBN. Perkejaan tersebut dimenangkan oleh CV. Raja Muda yang beralamat di Aceh Utara. Fakta di lapangan pekerjaan baru dikerjakan 35,23% fisik dan 54,60% keuangan yang telah di terima oleh pihak rekanan.

”Atas fakta-fakta di atas, terhadap mangkraknya pembangunan tersebut maka, MaTA meminta secara tegas Kementerian PUPR RI, untuk segera menyelesaikan kelanjutan pembagunan tersebut, mengingat penerima mamfaat atas rehabilitasi bendungan Krueng Pasee dan pembangunan gedung atau rumah susun di empat titik tersebut untuk segera diberi kepatian penyelesainya, sehingga penerima mamfaat atas pembangunan tersebut ada kepastian,” tegas Alfian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *