LINEAR.CO.ID | ACEH BARAT DAYA – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Abdya, Suhaimi menilai pembangunan gerai koperasi merah putih yang sedang dikerjakan dibeberapa desa terkesan terburu buru.
Suhaimi mengungkapkan bahwa sejak awal pelaksanaan pembangunan, pihaknya menemukan berbagai kejanggalan di lapangan. Mulai dari tidak adanya plang nama proyek, penentuan lokasi yang dinilai tidak layak, hingga minimnya pelibatan aparatur gampong.
“Kami melihat pembangunan Gerai Koperasi Merah Putih ini seperti dikejar waktu, tidak melalui perencanaan yang matang. Ini berbahaya dan berpotensi besar menjadi proyek mangkrak,” kata Suhaimi kepada wartawan, Jumat (19-12-2025).
Menurutnya, ketiadaan plang proyek di sejumlah titik pembangunan merupakan pelanggaran terhadap prinsip transparansi.
Padahal, proyek yang menggunakan anggaran negara wajib memberikan informasi terbuka kepada masyarakat, termasuk sumber dana, nilai anggaran, dan pelaksana kegiatan.
“Tidak adanya papan informasi proyek menimbulkan kecurigaan publik. Ini menandakan lemahnya pengawasan dan bisa membuka ruang penyimpangan,” tegasnya.
Selain itu, YARA juga menyoroti lokasi pembangunan gerai koperasi yang dinilai tidak strategis dan bahkan tidak layak. Beberapa di antaranya berada jauh dari pusat aktivitas masyarakat, rawan banjir, serta tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi desa setempat.
“Kami menemukan lokasi yang secara logika bisnis tidak mendukung. Kalau koperasi dibangun di tempat yang sepi dan sulit diakses, lalu siapa yang akan memanfaatkan?” ujar Suhaimi.
Lebih lanjut, Suhaimi mengungkapkan pengakuan sejumlah keuchik di Abdya yang menyatakan tidak dilibatkan secara langsung dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan gerai koperasi tersebut.
Padahal, keuchik sebagai pimpinan pemerintahan desa seharusnya menjadi pihak utama dalam pengambilan keputusan pembangunan di wilayahnya.
“Ada keuchik yang mengaku hanya tahu ketika alat dan material sudah masuk. Ini jelas keliru dan melanggar semangat partisipasi desa,” katanya.
Tak hanya itu, aspek pemberdayaan tenaga kerja lokal juga dinilai diabaikan. Berdasarkan temuan YARA, hampir seluruh pekerja pembangunan gerai koperasi berasal dari luar Kabupaten Aceh Barat Daya.
“Ironis. Proyek yang mengatasnamakan ekonomi kerakyatan justru minim melibatkan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja. Ini bertolak belakang dengan tujuan koperasi itu sendiri,” tambahnya.
Atas berbagai kejanggalan tersebut, YARA Abdya mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pembangunan Gerai Koperasi Merah Putih. YARA juga meminta agar proyek tersebut dihentikan sementara hingga seluruh aspek perencanaan, legalitas, dan transparansi dipastikan sesuai aturan.
“Kami tidak ingin koperasi yang seharusnya menjadi penggerak ekonomi rakyat justru berubah menjadi monumen beton tak berguna,” pungkas Suhaimi.
YARA menyatakan akan terus mengawal proyek tersebut dan tidak menutup kemungkinan membawa persoalan ini ke ranah hukum apabila ditemukan indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan anggaran negara.(*)


