LINEAR.CO.ID – Sejak hujan deras mengguyur Aceh Timur pada 26 November lalu, genangan air menyapu rumah-rumah, jalanan, dan ladang warga. Di tengah kepanikan, jeritan warga terdengar di setiap sudut gampong yang terendam. Namun, di antara kekacauan itu, hadir sosok yang sudah tak asing bagi masyarakat Aceh Timur: Amad Leumbeng, yang akrab disapa Panglima Asahan.
Amad bukan sekadar mantan anggota DPRK Aceh Timur, tapi bagi banyak warga, ia adalah simbol kepedulian. Dari kursi politiknya, ia dikenal sebagai sosok yang selalu menaruh hati kepada masyarakat, dan kali ini, ketika bencana melanda, panggilan itu terdengar lebih kuat dari sebelumnya.
Di Gampong-gampong yang terdampak, Amad terlihat menyalurkan bantuan sembako, membawa beras, mi instan, minyak goreng, dan kebutuhan pokok lainnya. Namun lebih dari itu, ia hadir untuk memberikan dukungan moral, menyapa warga satu per satu, menanyakan kondisi mereka, dan mendengarkan keluh kesah mereka yang kehilangan rumah, lahan pertanian, atau mata pencaharian.
Bagi Amad, kegagalan politik gagal maju ke kursi DPRA atau menjadi wakil bupati tidak pernah memadamkan semangatnya untuk membantu rakyat.
“Melihat masyarakat kesulitan membuat saya merasa harus hadir di tengah mereka,” ujarnya saat menyerahkan bantuan. Ia percaya bahwa kehadiran nyata lebih bermakna daripada janji politik.
Langkahnya tak hanya berhenti pada penyaluran bantuan. Amad juga membantu evakuasi warga terdampak banjir, mengatur posko sementara, dan memastikan anak-anak, lansia, serta warga rentan mendapatkan perhatian khusus. Dalam setiap interaksi, ada sentuhan kemanusiaan yang membuat warga merasa aman, meski rumah mereka tengah terendam.
Banjir yang melanda Aceh Timur tidak hanya menguji ketahanan fisik masyarakat, tapi juga kekuatan emosional mereka. Banyak keluarga yang kehilangan lahan pertanian sumber penghidupan utama dan harus memikirkan bagaimana bertahan hidup sementara air belum surut sepenuhnya. Kehadiran Amad menjadi pengingat bahwa mereka tidak menghadapi musibah ini sendirian.
Di sela-sela lumpur dan genangan, warga mulai tersenyum lagi, meski lelah masih tampak di wajah mereka. Anak-anak bermain di pinggir air, orang tua mulai menata rumah yang masih bisa diselamatkan, dan sebagian warga menyiapkan tempat sementara bagi mereka yang kehilangan hunian. Semua ini terasa lebih ringan karena ada perhatian yang datang dari seorang tetangga, seorang pemimpin, seorang sahabat Amad Leumbeng.
“Banjir memang membawa kesulitan, tapi kita tidak boleh kehilangan harapan. Solidaritas dan kepedulian adalah kunci untuk bangkit kembali,” kata Amad, menatap warga yang mulai tersenyum meski penuh bekas luka banjir.
Bagi masyarakat Aceh Timur, sosok Panglima Asahan bukan lagi sekadar mantan wakil rakyat. Ia adalah tangan yang siap membantu, hati yang peduli, dan semangat yang menyalakan harapan ketika bencana mencoba meredupkan kehidupan mereka.


