LINEAR.CO.ID|ACEH BARAT- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli, SE menyayangkan sikap dari para komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang diduga dinilai terburu-buru dalam mengeluarkan penyartaan tidak memenuhi syarat untuk maju di Pilkada Aceh 2024 di pemberitaan media, terhadap pasangan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi sebagai calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh.
Sebagaimana diketahui surat yang dikerluarkan oleh KIP Aceh dengan Nomor 210/PL.02-BA/11/2024, tentang penelitian persyaratan administrasi hasil perbaikan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Tahun 2024 beredar di pemberitaan media pada Minggu, 22 September 2024 kemarin.
Menurut Ramli,SE, ini akan mengakibatkan kegaduhan luar biasa di publik. Karena apa yang telah diputuskan oleh KIP Aceh membawa dampak buruk atau negative dalam sisi demokrasi menjelang Pilkada 2024 di Aceh.
”Atas hal tersebut, kami menilai bahwa KIP Aceh gagal menjalankan tugas dan tanggungjawabnya selaku penyelenggara pemilu,”ujar Ramli,SE.
Ramli,SE menduga ada pihak-pihak yang sengaja melakukan penjegalan terhadap pasangan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi sebagai bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh.
“Kami melihat ada skenario busuk yang secara sistematis dan terstruktur yang dilakukan dan atas hal ini mematikan ruang demokrasi bagi anak bangsa yang ingin mencalonkan diri menjadi sebagai bakal calon gubernur,”sebut Ramli,SE.
Menurut Ramli, SE, hal ini terlalu bahaya,bila terus dipraktekkan, maka berbicara tentang pesta demokrasi seperti hilang makna atau esiensi dari demokrasi itu sendiri.
“Apa yang kami sebutkan adalah dengan melihat itikad baik dari Bustami Hamzah yang sudah datang ke Rapat Paripurna Penandatangan Pernyataan Bersedia Menjalankan Butir-Butir MoU Helsinki dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Peraturan Pelaksanaannya oleh pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh yang digelar pada Kamis (12 September 2024) lalu,”ungkap Ramli,SE.
Kemudian, pada saat itu dengan dalih tidak ada wakil, Bustami Hamzah tidak diperkenankan melakukan penandatanganan dikarenakan pada saat itu memang tidak ada wakil, hal ini dikarenakan baru beberapa hari Tu Sop meninggal dunia.
”Celakanya, niat baik yang sudah dilaksanakan oleh Bustami Hamzah waktu itu kemudian diartikan sebagai pihak yang tidak komit dalam menjalankan atau akan melaksanakan butir-butir MoU Helsinki itu sendiri,”imbuhnya.
Setelah tidak terlaksana pada tahapan awal untuk penandatangan butir-butir MoU Helsinki, kemudian, rencana digelarnya rapat paripurna yang sama setelah Bustami Hamzah mendapatkan pendamping baru yaitu Fadhil Rahmi. Namun hal ini juga tidak dilaksanakan karena rapat Badan Musyawarah (Banmus) pada Rabu malam (18/9/2023), dibatalkan disebabkan tidak memenuhi kuorum.
Atas dasar kronologis tersebut. Sepatutnya KIP Aceh lebih memahami tentang proses tahapan yang dilakukan. Bahwa pasangan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi komit untuk segera menandatangani butir-butir MoU Helsinki beserta dengan UUPA Nomor 11 Tahun 2006. Namun celakanya, ruang tersebut tidak terlaksana dengan baik.
Bahkan terkesan atau diduga dicoba untuk ditutup sehingga kemudian memunculkan dampak bahwa pasangan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi dianggap gagal atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh di Pilkada Aceh 2024.
“Ini artinya, kami bersepakat bahwa KIP Aceh tidak serius, tidak bersungguh-sungguh dan tidak mempunyai nilai intergritas untuk mengelola demokrasi di Aceh. Bahwa keputusan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang dianggap Tidak Memenuhi Syarat merupakan bukti bila KIP Aceh main-main dalam bekerja,”kata Ramli,SE.
Bahwa kemudian jika KIP Aceh mempunyai komitmen tinggi terhadap wujudnya iklim demokrasi yang sehat, maka dirinya berkeyakinan surat tersebut (red-TMS) tidak mugkin keluar.
“Bila KIP serius memperjuangkan kesetaraan dan keadilan di dalam demokrasi, peristiwa Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi tidak memenuhi syarat, tidak akan pernah terjadi, dan tentunya publik tidak akan dibuat gaduh,”ungkapnya.
Pihaknya juga mengajak Masyarakat Aceh untuk mencatat para anggota DPRA yang diduga sengaja mencoba untuk mengagalkan tahapan penandatangan butir-butir MoU Helsinki oleh pasangan bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh di Pilkada 2024 ini.
“Bahwa tidak sepatutnya perilaku seperti ini diperlihatkan oleh para anggota dewan terhormat tersebut ke publik. Saya yang juga menjadi wakil rakyat dan mempunyai tanggungjawab mengemban amanah rakyat, malu dengan sikap seperti kekanak-kanakan yang ditujukan para dewan terhormat di DPRA sana. Ini preseden buruk dalam pesta tahapan demokrasi pilkada Aceh 2024 ini.”tutup Ramli.(***)