Nasional

Wamenkumham : Lapas Tidak Rusuh, Itu Sudah Prestasi

211
×

Wamenkumham : Lapas Tidak Rusuh, Itu Sudah Prestasi

Sebarkan artikel ini

Kayu Agung – Mengelola lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan negara (rutan) di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bukan perkara mudah.

Bahkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Eddy O.S. Hiariej, menyebut jika lapas dan rutan tidak bergejolak karena rusuh, itu sudah merupakan sebuah prestasi.

“Lapas dan rutan tidak rusuh saja itu sudah merupakan prestasi tersendiri,” ujar Eddy saat memberikan pengarahan kepada seluruh kepala unit pelaksana teknis (UPT) se-Sumatera Selatan.

“Jika ada lapas rutan yang memperoleh WBK (Wilayah Bebas dari Korupsi), itu adalah prestasi yang luar biasa,” tuturnya di Lapas Kelas IIB Kayu Agung, pada Rabu (27/07/2022) siang.

Eddy lalu menyebut untuk melakukan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) bukanlah pekerjaan yang mudah.

“Karena membina orang banyak saja susah, apalagi orang yang bermasalah,” kata wamenkumham. “Bahwa tidak selamanya orang yang berada di lapas itu buruk, dan tidak selamanya orang yang berada di luar lapas itu baik,” tambahnya.

Lebih jauh Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini menuturkan bahwa konsep yang dianut dalam pemasyarakatan adalah reintegrasi sosial. Petugas pemasyarakatan harus bisa memastikan WBP tersebut dapat kembali diterima di tengah-tengah masyarakat.

“Seorang napi yang ketika dia kembali ke masyarakat, bapak/ibu harus memastikan dia bisa diterima di masyarakat dan tidak boleh mengulangi perbuatan pidana, bahkan dia harus bisa bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Namun sayangnya, rutan yang notabene juga menampung narapidana selain tahanan, tidak memiliki anggaran untuk melakukan pembinaan.

“Di rutan secara faktual, tidak semuanya tahanan. Bahkan lebih banyak narapidana daripada tahanan. Sementara tidak diberikan anggaran untuk melakukan pembinaan,” ujar Eddy.

“Seorang kepala lapas nggak mungkin menolak (tahanan) dengan beralasan bahwa lapas ini sdh overcrowded. Ini yang kemudian Undang-Undang Pemasyarakatan (yang baru) mengubah paradigma pemasyarakatan,” ucapnya.

Awalnya wamenkumham menyebut bahwa tugas dan fungsi pemasyarakatan sebagai ‘tempat pembuangan akhir’. Tidak terlibat dalam sistem peradilan pidana, tapi disuruh membina.

“Pemasyarakatan itu (kini) sudah mulai terlibat dari pra ajudikasi hingga putusan pengadilan,” tutupnya. (Dm/kmi)