Google
Subulussalam

Perambahan Hutan di Sultan Daulat Semakin Marak

696
×

Perambahan Hutan di Sultan Daulat Semakin Marak

Sebarkan artikel ini

LINEAR.CO.ID | SUBULUSSALAM – Sudah menjadi rahasia umum, terkait maraknya perambahan hutan untuk di jadikan kebun kelapa sawit di Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam. Menarik perhatian dari Aktivis Sekolah Pemimpin Muda Aceh (SPMA) dan meminta pihak kepolisian setempat segera menertibkan.

Hal ini dikatakan Muzir Maha, pada Kamis, (14/09/23). Polres Subulussalam dimintanya segera menertibkan aktivitas persembahan hutan di wilayah Sultan Daulat itu.

Saat ini, disampaikan Muzir, ada ribuan hektare pembukaan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang di duga tidak memiliki izin.

Mirisnya, dirambahkan Muzir, pembukaan lahan dengan sekala besar ini dilakukan di kawasan-kawasan hutan peyangga yang seharusnya tetap dilestarikan dan dijaga untuk menghindari terjadinya kekeringan dan kerusakan alam.

“Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Terutama terkait dengan penggunaan lahan, maka pihak yang akan melakukan usaha perkebunan di atas luas 25 hektar harus berbentuk badan hukum serta wajib memiliki izin usaha perkebunan dan hak atas tanah sebagaiman disebutkan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan,” sampai, Muzir.

Selama ini, masih kata Muzir tidak adanya sosialisasi atau adanya musyawarah di tingkat Desa secara umum terkait adanya pembukaan lahan tersebut, apakah itu HGU, Kelompok atau Individu yang membuka, sampai saat ini belum ada keterangan resmi.

Jika memang kegiatan itu sebuah perusahaan, lanjut Muzir, tentunya memiliki kantor perusahaan dan juga sosialisasi pada saat uji kelayakan, analisis, dampak lingkungan, (AMDAL) sehingga patut di duga bahwa pembukaan lahan yang telah merambah ratusan bahkan ribuan hektar itu ilegal.

Dijelaskan Muzir lokasi kawasan pegunungan yang membentang dari desa Batu Napal hingga ke desa Singgersing kini tampak terlihat gundul akibat adanya steking dan teresan lahan, sebagian telah ditanami kelapa sawit.

Muzir yang juga kader Walhi itu menyampaikan modus yang digunakan oleh oknum pengusaha itu dalam membuka lahan tersebut ialah dengan cara membeli atau konpensasi lahan kepada masyarakat melalui oknum tertentu di wilayah tersebut dengan kisaran harga 5 jt -15 jt perhektar.

Selain itu Muzir juga mempertanyakan penebangan hutan areal bukaan tersebut, apakah sudah mengantongi izin sesuai Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

“Kalau memang oknum-oknum yang membuka lahan sepanjang wilayah Batu Napal, Namo Buaya dan Singgersing itu tidak memiliki legalitas, kita berharap pemerintah dan pihak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memproses setiap tindak pidana yang dilakukan di dalam kawasan tersebut.” Pungkas Muzir. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *