LINEAR.CO.ID | ACEH BARAT DAYA – Pendangkalan muara Ujong Serangga dari kawasan hulu Baharu hingga kawasan hilir Desa Kedai Susoh, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), dalam beberapa tahun terakhir mengalami pendangkalan. Kamis (09-11-2023)
Hal mengakibatkan banyak perahu nelayan mengalami kerusakan pada bagian lambung perahu. Hal ini tentunya tak bisa membuat nelayan leluasa saat menyandarkan perahu ataupun saat hendak berangkat melaut.
Informasi yang diterima, akibat pendangkalan tersebut membuat nasib nelayan setempat terkatung-katung, lantaran puluhan unit perahu milik mereka tidak bisa keluar dan masuk untuk beraktivitas mencari nafkah di laut.
Salah seorang nelayan setempat, Amran mengatakan, dangkalnya muara yang dijadikan tempat untuk menambatkan perahu agar aman dari hantaman ombak ini, telah berlangsung sejak lama.
“Tidak hanya aliran muara yang mengalami pendangkalan, mulut muara pun kerap tersumbat karena muara semakin dangkal,” kata Amran.
“Karenanya kami sangat berharap dilakukan normalisasi karena dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, tidak ada upaya dari pemerintah untuk melakukan normalisasi,” ujarnya.
Kondisi mulut muara yang tertutup oleh sedimen berupa pasir yang terbawa oleh ombak dan menumpuk di mulut muara tersebut, menurutnya, memang kerap terjadi.
Bahkan kondisi tersebut telah membuat para nelayan merugi, lantaran perahu mereka kerap dihantam ombak saat bergotong royong mengeluarkan perahu dari muara, begitu juga sebaliknya.
Bekal untuk menangkap ikan serta hasil tangkapan sering berhamburan pasca badan perahu dihantam ombak besar.
Tidak hanya itu, perlengkapan perahu seperti mesin, lampu penerang, jaring, aki dan perlengkapan lainnya acap hilang setelah perahu terbalik.
“Kami harus bergotong royong untuk menarik perahu, baik ketika hendak keluar dari muara untuk melaut maupun hendak masuk muara setelah selesai melaut,” ungkapnya.
“Disaat itulah ombak besar kerap menghantam perahu yang masih berada di bibir pantai. Jika mulut muara tidak dangkal begitu juga dengan aliran muara, tentu para nelayan bisa dengan nyaman saat beraktivitas,” terang dia.
Untuk mengatasi mulut muara yang tersumbat itu, pihaknya terpaksa harus melakukan pengerukan dengan alat seadanya.
Sayangnya, meski telah berulang kali dilakukan pengerukan secara manual, mulut muara tetap saja kembali tertutup oleh sedimen yang panjangnya mencapai 50 meter hingga ke bibir pantai dengan ketebalan sedimen dari dasar muara mencapai 1 meter lebih.
Begitu juga dengan kondisi aliran muara yang saat ini sudah terlalu dangkal. Menurutnya, tidak sedikit nelayan yang gagal melaut lantaran tidak bisa keluar dari muara.
Demikian juga tidak sedikit pula nelayan yang harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk memperbaiki perahu yang rusak, termasuk perlengkapan melaut lainnya setelah dihantam ombak.
Terkait kondisi itu, pihaknya telah melaporkan kepada instansi terkait, namun hingga saat ini belum tanda-tanda dilakukan penanggulangan berupa pengerukan muara.
“Kami berharap pemerintah tidak menutup mata terkait kondisi yang dialami nelayan kecil ini. Jika dilakukan normalisasi, tentu kami akan lebih leluasa dalam mengais rezeki,” harapnya.(*)