LINEAR.CO.ID | JAKARTA – Fenomena badai matahari diprediksi akan terjadi pada akhir 2023 ini, hal ini diperkirakan menjadi badai terdahsyat, bahkan melebihi dari badai matahari yang terjadi pada 2017 silam.
Fenomena ini sedikit meleset dari prediksi awal para ilmuan, yang memperkirakan puncak dari fenomena matahari ini terjadi pada tahun 2025.
Fenomena ini adalah lonjakan pelepasan energi Matahari melalui titik-titik tertentu karena terjadinya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian-bagian permukaan Matahari dan antara permukaan dengan interior Matahari.
Ketidakseragaman kecepatan rotasi ini menyebabkan garis-garis gaya magnetik Matahari bisa saling berbelit dan membentuk busur yang menjulur keluar dari fotosfera.
Busur tersebut akhirnya memerangkap plasma Matahari, yang pada satu saat busur ini akan putus dan menghasilkan dua fenomena, yang keduanya bisa menjadi penyebab terjadinya badai matahari.
Selain itu, aktivitas Matahari tersebut juga dapat memengaruhi intensitas medan magnet antar planet (IMF).
Badai Matahari yang memancarkan gelombang geomagnetik ini juga dapat menciptakan fenomena langit yang cantik, yakni yang dikenal dengan cahaya aurora di daerah kutub Bumi.
Akan tetapi, fenomena ini juga dapat sangat merusak dan berbahaya, yakni dapat menyebabkan cuaca antariksa yang merusak, terutama menyebabkan gangguan satelit hingga jaringan internet. (*)